Saat ini saya memiliki masalah cukup besar yang tanpa
saya sadari rupanya ini seperti bola salju yang semakin membesar dari hari ke
hari. Kurang lebih mulai dari dua bulan yang lalu masalah ini berkembang.
Baiklah saya akan ceritakan awal mulanya. Kami berteman
kurang lebih awal bulan November tahun 2011, belum lama memang. Beliau memiliki
masalah besar dalam hidupnya yang berawal dari kekecawaan pada calon mertuanya
yang tidak dapat menerima keadaannya yang bukan seorang PNS. Masalah semakin
besar manakala kekecewaan tersebut ia obati dengan nafsu dunia semata. Apapun
yang belau utarakan mengenai dunianya, saya cermati dengan seksama sebagai
pembelajaran saja. Terkadang kami bertukar pendapat yang tak jarang menuai
perdebatan diantara kami. Diriku dan dirinya memiliki jalan hidup yang berbeda
jauh, Kami terpaut usia 3,5 tahun. Beliau lebih muda dibanding saya, dan saya
anggap sebagai adik.
Masalah hidupnya makin memburuk, gaya hidupnya yang
kurang sehat ditambah pergaulannya yang rumit dan berada diantara
kawan-kawannya yang cenderung memiliki efek tidak baik, seperti pecandu,
pemabuk, pejudi bahkan penjaja dan penikmat sex. Entahlah di didunia seperti
apa itu, jauh dari bayangnku. Namun lagi-lagi dalam pikirku, itu memberikan
informasi mengenai buruknya dunia luar, yang hanya bisa saya lihat melalui pengalaman
hidupnya.
Suatu ketika ia dililit banyak tagihan yang semuanya
harus didibayar dalam tempo satu bulan. Dibalik kebobrokannya, ada sisi lain
dari kehidupannya yang begitu taat dan patuh kepada kedua orang tuanya, Salah
satu baktinya pada orang tua adalah dengan membantu mebayar tagihan hutang yang
memebaninya yakni, Bukan nominal yang kecil bagi anak seusia beliau untuk
membantu kedua orang tuanya. Dalam keadaan mabuk dan kabur dari situasi
terlilit banyak tagihan, kami melakukan percakapan melalui telepon, beliau
menceritan betapa berat kehidupannya saat ini yang dikejar banyak penagih. Hanya
ada rasa simpati kepadanyalah yang terasa kala itu, maka saya pun berseru “Bangkitlah sekarang,
ambil air wudhu dan sholatlah minta pertolongan pada Allah” dan takala dililit
hutang maka bersedahlah. Namun dengan seribu alasan beliau menolak anjuran
saya. Beliau bertutur sudah 5 tahun saya tidak sholat, tapi sodakoh sering saya
lakukan.
Waktupun terus berlalu, hanya suport saja yang bisa saya
lakukan untuk mendorongnya agar bekerja lebih giat dan sesekali menyisipkan
ayat Al Quran untuk memotivasinya dalam melunasi segala tagihan hutang. Syukur
alhamdulillah dalam tempo sekitar 2 minggu segala tagihan yang mungkin 6 bulan
gaji saya kala itu baru bisa melunasi semuanya. Rezeki memang Allah berikan
pada siapun yang Allah kehendaki, sekalipun orang tersebut ingkar terhadapNya.
Berawal dari rasa simpati untuk memotivasi beliau semata,
namun apa yang saya lakukan dirasakan lain. Baginya apa yang saya lakukan
sangat berarti, beliau pun mengungkapkan rasa sayangnya terhadap saya. Bukan
sayang terhadap kakak namun malah diartikan lain. Hemmmpp, saya tidak menanggapinya
dengan serius. Tak lama dari itu, 2 hari kemudian tanpa disangka-sangka, beliau
malah akan mengenalkan saya sebagai kekasihnya pada kakak perempuannya, serta
berniat untuk mempertemukan kami, sungguh di luar dugaan!!! Mengapa semua jadi
seperti ini???
Dengan berbagai alasan saya menolak, namun sebagai kompensasi saya mengajaknya makan bersama. Maka pada kesempatan itulah pertepatan dengan waktu ashar tiba, saya mengajaknya untuk ke mushola. Ya pada saat itulah untuk pertama kali setelah 5 tahun meninggalkan shalat, beliau shalat ashar. Sungguh terenyuh hati ini melihat beliau shalat lagi. Usai shalat beliau bercerita, sungguh segar berwudhu disini (dalam hatiku: semua air wudhu memang menyegarkan karena dilandasi keimanan). Beliau hanya tertawa dan berkata, “Akhirnya saya sholat lagi, walau agak ragu apakah saya masih hafal bacaan shalat”. Hemmp kemajuan yang sungguh menakjubkan, melihat beliau sholat kembali.
Kami pulang kerumah masing-masing. Telepon pun berdering, beliau menceritakan apa yang baru saja dialaminya, Kakanya menegurnya, “Kerasaukan darimana kamu, tumben mencari sajadah, shalat kamu?”. Beliau hanya tertawa renyah sambil bercerita pada saya bahwa kakaknya pun terheran-heran saat dia sholat lagi. Dalam hati saya ucapkan Alhamdulillah beliau sholatnya dilanjutkan.
Dengan berbagai alasan saya menolak, namun sebagai kompensasi saya mengajaknya makan bersama. Maka pada kesempatan itulah pertepatan dengan waktu ashar tiba, saya mengajaknya untuk ke mushola. Ya pada saat itulah untuk pertama kali setelah 5 tahun meninggalkan shalat, beliau shalat ashar. Sungguh terenyuh hati ini melihat beliau shalat lagi. Usai shalat beliau bercerita, sungguh segar berwudhu disini (dalam hatiku: semua air wudhu memang menyegarkan karena dilandasi keimanan). Beliau hanya tertawa dan berkata, “Akhirnya saya sholat lagi, walau agak ragu apakah saya masih hafal bacaan shalat”. Hemmp kemajuan yang sungguh menakjubkan, melihat beliau sholat kembali.
Kami pulang kerumah masing-masing. Telepon pun berdering, beliau menceritakan apa yang baru saja dialaminya, Kakanya menegurnya, “Kerasaukan darimana kamu, tumben mencari sajadah, shalat kamu?”. Beliau hanya tertawa renyah sambil bercerita pada saya bahwa kakaknya pun terheran-heran saat dia sholat lagi. Dalam hati saya ucapkan Alhamdulillah beliau sholatnya dilanjutkan.
Ramadhan pun tiba, dalam posisi yang kurang menyenangkan.
Via telepon beliau bercerita bahwa beliau kabur lagi karena tak tahan dengan
pekerjaannya yang telah memperlakukannya secara tidak adil. Baiklah, masalah
datang lagi. Suport, suport, suport dan suportlah yang dapat saya berikan.
Maka, hanya ini yang bisa saya berikan, “Diantara kesulitan pasti datang kemudahan, sesungguhnya
diantara kesulitan pasti ada kemudahan”. Maka satu saran saya kala itu, bermunajatlah pada Allah
mohon petunjuknya.
Dan akhirnya setelah sekian lama, beliaupun melaksanakan
shalat tarawih di tengah salah seorang pamannya. Dan keesokan harinya beliau
untuk pertama kalinya melaksanakan puasa Ramadhan yang sudah lama tak beliaun
lakukan. Kembali lagi saya berucap syukur atas kemajuan ini. Maka saya sarankan
kepadanya untuk pulang kembali ke rumahnya, menemui kedua orang tuanya. Malam
kedua di bulan Ramadhan, melalui telepon beliau bercerita bahwa saat akan
melaksankan shalat tarawih banyak orang menyalaminya dan berucap syukur atas
kembalinya ia ke mesjid, karena selama kurang lebih 5 tahun lamanya ia tak
pernah shalat dan menginjakan kakinya untuk sekedar shalat jum’at yang wajib, namun
kini shalat tarawih yang sunat beliau datang. Ditambah lagi tahun-tahun
sebelumnya saat umat muslim lainnya shalat tarawih, beliau malah asik menenggak
minuman haram (Astagfirullah). Perubahan positif ini cukup membahagiakan bagi
saya, senang rasanya.
Ramadhan terus berlalu tanpa terasa ditambah kesibukan
baru yang cukup menyita waktu bagi saya. Hampir setiap hari beliau meng-up date
kegiatannya, mulai dari sahur hingga tarawih yang diisi dengan kegiatan
membantu orang tua hingga menghafal ayat-ayat Al-Qur’an. Namun juga tak
jarang beliau memiliki masalah dengan beberapa temannya yang mengejeknya karena
sudah jarang bermain bersama, entah itu hanya sekedar main kartu dengan
dibumbui uang taruhan hingga menenggak minuman haram bersama. Sungguh ironis
dimana saat itu banyak remaja yang melakukan tilawah atau shalat tarawih namun
disisi lain ada kegiatan nista demikian. Godaan demi godaan terus datang silih
berganti kepadanya, mulai dari ajakan GODIN bersama, MINUM bersama hingga
ajakan untuk BERMAIN UANG bersama. Namun hanya satu yang bisa saya lakukan,
suport, suport, suport dan suport saja. Terkadang hanya menemaninya berbagi
pengalaman via telepon yang bisa saya lakukan agar beliau tidak bergi keluar
untuk melakukan kagiatan-kagiatan tadi. Karena pada dasarnya beliau tidak
memiliki teman dan lingkungan sekitar rumah yang baik, sehingga kawan-kawannya
pun memiliki kebiasaan tak baik pula.
Namun kini masalah besar bagi saya, mengapa???
Dibalik suport yang saya berikan, rupanya tumbih rasa cinta dihati beliau terhadap saya. Yang sebenarnya bingung untuk saya tanggapi. Entah mengapa beliau menerawang terlalu jauh mengenai ini, hingga ingin meminang saya tahun depan. (Masalah makin besar). Sungguh dalam hati saya, hanya ada rasa empati dari kakak terhadap adiknya atau hanya sebagai teman bertukar pikiran saja, tidak lebih.
Masalah besarnya adalah APA YANG HARUS SAYA LAKUKAN???
Ada ketakutan dalam diri saya, saat beliau saya tinggalkan maka akan kembali pada kebiasaan semula!!!
Tapi jika saya lanjutkan dengan mensuport beliau, takut disalah artikan.
Please help me!!!
Namun kini masalah besar bagi saya, mengapa???
Dibalik suport yang saya berikan, rupanya tumbih rasa cinta dihati beliau terhadap saya. Yang sebenarnya bingung untuk saya tanggapi. Entah mengapa beliau menerawang terlalu jauh mengenai ini, hingga ingin meminang saya tahun depan. (Masalah makin besar). Sungguh dalam hati saya, hanya ada rasa empati dari kakak terhadap adiknya atau hanya sebagai teman bertukar pikiran saja, tidak lebih.
Masalah besarnya adalah APA YANG HARUS SAYA LAKUKAN???
Ada ketakutan dalam diri saya, saat beliau saya tinggalkan maka akan kembali pada kebiasaan semula!!!
Tapi jika saya lanjutkan dengan mensuport beliau, takut disalah artikan.
Please help me!!!