1. Kita masih asyik memborbardir siswa dengan
sekian banyak tes (ulangan harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan
umum / kenaikan kelas, dan ujian nasional). Finlandia menganut kebijakan
mengurangi tes jadi sesedikit mungkin. Tak ada ujian nasional sampai siswa yang
menyelesaikan pendidikan SMA mengikuti matriculation examination untuk masuk
PT.
2. Kita masih getol menerapkan KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) sehingga siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial
dan masih ada tinggal kelas. Sebaliknya, Finlandia menganut kebijakanautomatic
promotion, naik kelas otomatis. Guru siap membantu siswa yang tertinggal
sehingga semua naik kelas.
3. Kita masih berpikir bahwa PR amat penting untuk
membiasakan siswa disiplin belajar. Bahkan, di sekolah tertentu, tiada hari
tanpa PR. Sebaliknya, di Finlandia PR masih bisa ditolerir tapi maksimum hanya
menyita waktu setengah jam waktu anak belajar di rumah.
4. Kita masih pusing meningkatkan kualifikasi guru
SD agar setara dengan S1, di Finlandia semua guru harus tamatan S2.
5. Kita masih menerima calon guru yang lulus dengan
nilai pas-pasan, sedangkan di Finlandia the best ten lulusan universitas yang
diterima menjadi guru.
6. Kita masih sibuk memaksa guru membuat silabus
dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE
(Buku Sekolah Elektronik), di Finlandia para guru bebas memilih bentuk atau
model persiapan mengajar dan memilih metode serta buku pelajaran sesuai dengan
pertimbangannya.
7. Hanya segelintir guru di tanah air yang membuat
proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar
aktif. Terbanyak guru masih getol mengajar satu arah dengan metode ceramah amat
dominan. Sedangkan, di Finlandia terbanyak guru menciptakan suasana belajar
yang menyenangkan melalui implementasi belajar aktif dan para siswa belajar
dalam kelompok-kelompok kecil. Motivasi intrinsik siswa adalah kata kunci
keberhasilan dalam belajar. Apakah benda ini melayang, terapung atau
tenggelam?
8. Di tanah air kita terseret arus
mengkotak-kotakkan siswa dalam kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak
lamban berbahasa Indonesia dan kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar) dan membuat pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional,
sekolah nasional plus, sekolah berstandar internasional, sekolah negeri yang
dianakemaskan dan sekolah swasta yang dianaktirikan). Sebaliknya di Finlandia,
tidak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah. Sekolah swasta mendapatkan
besaran dana yang sama dengan sekolah negeri.
9. Di Indonesia bahasa Inggris wajib diajarkan
sejak kelas I SMP, di Finlandia bahasa Inggris mulai diajarkan dari kelas III
SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa,
membuka kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan
menghargai keanekaragaman kultural.
10. Di Indonesia siswa-siswa kita ke sekolah
sebanyak 220 hari dalam setahun (termasuk negara yang menerapkan jumlah hari
belajar efektif dalam setahun yang tertinggi di dunia). Sebaliknya, siswa-siswa
Finlandia ke sekolah hanya sebanyak 190 hari dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya
30 hari lebih banyak daripada di Indonesia. Kita masih menganut pandangan bahwa
semakin sering ke sekolah anak makin pintar, mereka malah berpandangan semakin
banyak hari libur anak makin pintar.
Referensi:
Ditulis oleh: S Belen Sumber: http://sbelen.wordpress.com/2011/08/08/mengapa-mutu-pendidikan-finlandia-terbaik-di-dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar