Sabtu, 16 Juni 2012

Lingkungan Kerja sebagai Tempat Pendewasaan Diri

Sudah hampir dua tahun lamanya diriku kerja di tempat yang mungkin pada tahun 2005 terlihat seperti gubuk belaka. Sebuah sekolah di tengah-tengah sawah ketika pertama ku melihatnya disuatu pagi dengan sahabat-sahabatku saat pelajaran olah raga pada masa SMA.
Entah apa yang aku pikirkan saat itu, hanya sedikit rasa haru dan tak menyangka baru 10 hari dinyatakan lulus sidang sripsi, dan hanya berbekal surat tanda lulus sidang saja, ku coba melamar sebagai seorang guru disini. Hanya iseng-iseng saja, namun Allah mempermudah jalan hambanya yang bersungguh-sungguh. Maka diterimalah diriku yang papa ini di sebuah sekolah RSBI. Waw . . . Mungkin itu sebuah kata yang bagus untuk track record seorang Rani yang berkemampuan mini dalam math
Perlu 3 bulan lamanya aku bisa nyaman dan tersenyum lebar, bersenda gurau bersama rekan-rekan kerja. Walau saat itu ku sangat berharap kawan satu SMA ku juga bekerja ditempat yang sama dan melalui hari-hariku bersamanya. Sedikit bertambah dewasa yang aku rasakan, mengapa? ya, karena aku sendiri just sendiri, walau ada seorang guru masa SD ku yang aku kenal. Hanya berbekal satu kesamaan yakni sama-sama alumni satu SMA dengan beberapa rekan kerja.
Penat dan lelah yang kurasa saat pulang kerja, bernagkat pagi dan pulang pukul 14.00WIB setiap harinya kecuali hari jum'at. 36x45' kuhabiskan di dalam kelas untuk belajar sharing ilmu dengan sahabat-sahabat kecilku yang baru. Dengan bergabai karakternya. Sebuah pengalaman dimana masa-masa sering melakukan kesalahan dalam mengajar, masa-masa dimana aku harus mengisi basa-basi bermakna dengan mereka agar tidak jenuh dalam belajar math, membuat mereka nyaman dengan pembelajaran math, semua pengalaman itu sangat membuatku semakin bergairah sebagai guru.
Masa pahit yang kini berubah jadi manis, sempat ku dipandang seblah mata, hanya karna aku sempat diklaim memiliki koneksi masuk ke tempat ini, dan tak becus membuat Perangkat Pembelajaran seperti Silabus, RPP, Media Pembelajaran dll. Hingga ada saat aku hanya ingin meminjam SK-KD pun sangatlah sulit. Tapi satu hal lagi itu menjadi sebuah pendewasaan diri.
Seiring berjalannya waktu, awalnya hanya diminta untuk membantu pada suatu bidang yang mengurus masalah siswa saja pada saat itu. Entah apa yang terjadi tiba-tiba diriku ditempatkan sebagai sekertaris 2 pada suatu acara yang melibatkan siswa SMP se Kabupaten. Seluruh kemampuanku untuk mensukseskan acara ini aku curahkan. Beberapa daya kretifitasku dalam membuat suatu karya walau hanya sederhana ku tumpah ruahkan pada kegiatan ini. Pengalaman ini pun menjadi sarana untuk mendewasakan diri, semakin mendewasakan diriku untuk beberapa sifat burukku yang dulu hinggap.
Namun suatu saat ketika terbiasa dalam kesibukan di tempat ini yang mulai terasa asik, ku lungkan waktuku untuk sesuatu yang kini telah menghancurkan mimpi-mimpiku untuk menjadi pribadi yang besar. Tapi sudahlah tak kan ku bahas masalah ini.
Lanjut, pada awal tahun pelajaran baru, mulailah sering ku hanya numpang tidur di rumahku sendiri, tak berfokus pada tugas utamaku hanya, sibuk yang tak tau arah, walau semuanya demi kebaikan tempat kerjaku. Tapi rasanya semuanya semu, palsu, naif yang kurasakan sekarang. menjadi sesuatu yang bukan diriku, mejadi sesuatu yang abu-abu
Setelah kehancuranku hingga titik nadir, ku hanya melakukan dosa yang tak kurasa ini adalah suatu dosa. Bahkan yang aku rasa ini hanya sebuah kebaikan demi kemajuan murid-muridku. Sangat abu-abu!!!!
Sesuatu yang abu-abu ini terus ku lakukan berulang-ulang hingga suatu waktu, munculah sesuatu dari beberapa kabar angin yang menusuk hati dan merobek kantong-kantong iklasku.
Ada hal utama yang aku lupa, tugas utamaku sebagai guru telah ku lupakan sejak lama, terbuai dengan alunan kesemuan semata. Sibuk mensukseskan keberhasilan semu dengan jalur iklas demi akan-anakku namun ternyata ku telah menhancurkan impianku untuk iklas meberhasilkan anak-anak.
Apa yang telah ku lakukan???
Dosa tak terasa,
Makin lama makin banyak berjuang untuk kesemuan semata, rupanya ini teguran dari Allah. Rasa sakit hati dari beberapa rekan yang seolah membuatku hancur dan ingin menyerah. Hingga tak sadar semua kata meluncur dari mulutku hingga tak kusadar ini adalah ghibah. Astagfirullah . . .
Apa yang kulakukan ku hanya semakin menhancurkan diriku saja . . .
Sebuah ironi ditengah-tengah kegamangan hati
Gersang dan kering kerontang yang ku rasakan saat ini
Namun sebuah tamparan dan hantaman hebat, keluar dari rekan yang baru ku katakan beliau adalah sahabat. Kesalahanku beliau beberkan dengan ringan, dan kini ku sadar. Setiap pil pahit harus ku telan sendiri, tanpa ada satupun yang tahu kecuali dirimu sendiri dan Allah.
Setiap my Mom dan my Dad say: Kamu belum dewasa!!!
Semula hanya angin lalu yang ku dengar masuk kuping kanan keluar kuping kiri dan sebaliknya
Tapi kini itu semua benar adanya, aku hanya manusia hina yang belum dewasa.
Semoga Allah memaafkan segala dosaku dan semoga Allah menutupi segala aib ku yang jika mahluk lain tau mungkin tak satupun manusia yang sudi mengenalku.
Ya Rabb, jadikan hamba sebagai manusia yang lepas dari segala penyakit hati, hidupkanlah hamba menjadi jiwa yang iklas dan haus akan Ridho dan Magfirahmu.
Aamiin